Urgensi Perlindungan Hak-hak Konsumen
Dalam Transaksi Di E-Commerce
Abdul Halim Barkatullah
Abstrak
Perubahan metode
transaksi dalam bisnis, yang
sebelumnya nyata dalam karakteristik-ter tapi berubah
menjadi transaksi virtual,
menyebabkan beberapa masalah hukum
baru dalam transaksi perdagangan, khususnya untuk perlindungan konsumen. Perlindungan bagi konsumen diperlukan karena konsumen memiliki posisi tawar yang tidak kuat. Perlindungan hukum hak-hak konsumen dalam e-commerce
global tidak hanya diatur oleh
salah satu aspek hukum, tetapi perlu mengatur sistem
hukum yang mampu memberikan perlindungan simultan dan komprehensif. Oleh karena itu, perlindungan hukum bagi konsumen harus dilakukan dengan pendekatan internasional melalui harmonisasi hukum kerja sama antara
berbagai instansi Dan petugas hukum.
Pendahuluan
Teknologi yang
diciptakan berkembang seiring dengan kebutuhan manusia untuk memudahkan hidup dari
yang sebelumnya. Kegiatan teknologi informasi dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, dimanfaatkan untuk penyebaran dan pencarian data, dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar, dimanfaatkan
untuk memberi pelayanan,
dimanfaatkan untuk
melakukan transaksi bisnis.
Sejarah umat manusia sering
pula dikatakan sebagai sejarah perkembangan peralatan,
atau sejarah perkembangan teknologi. Teknologi informasi telah mengubah cara-cara
bertransaksi dan membuka peluang- peluang baru dalam melakukan transaksi bisnis.
Perkembangan transaksi
e-commerce tidak terlepas dari laju pertumbuhan internet karena
e-commerce berjalan melalui jaringan internet. Pertumbuhan pengguna internet yang sedemikian pesatnya merupakan suatu kenyataan yang membuat internet menjadi
salah satu media yang efektif bagi
pelaku usaha untuk memperkenalkan dan menjual barang atau jasa
ke calon konsumen dari
seluruh dunia.
Pembahasan
Pengertian Konsumen
Konsumen (consumer) secara
harfiah diartikan sebagai
"orang atau pelaku usaha yang
membeli barang tertentu atau
menggunakan jasa tertentu"; atau "sesuatu atau
seseorang yang
menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang". Ada
juga yang mengartikan "setiap orang
yang menggunakan abrang atau jasa".
Lihat Ketentuan Umum Pasal
1 Ayat 2 Undang-undang No
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa
konsumen adalah end user/pengguna terakhir, tanpa konsumen merupakan pembeli dari barang dan/atau jasa tersebut.
Urgensi Perlindungan Konsumen
Dalam transaksi perdagangan
konsumen mutlak untuk
diberi perlindungan. Pentingnya
perlindungan hukum bagi konsumen disebabkan posisi
tawar konsumen yang lemah.
Perlindungan hukum terhadap konsumen mensyaratkan
adanya pemihakan kepada posisi tawar yang
lemah
(konsumen).
Perlindungan
hukum bagi konsumen adalah suatu masalah
yang besar, dengan persaingan global yang terus
berkembang. Perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam
persaingan dan banyaknya produk serta layanan yang menempatkan konsumen dalam
posisi
tawar yang lemah, Perlindungan hukum bagi
konsumen dalam bentuk perlindungan hukum
yang diberikan oleh negara.
Tumbuhnya kesadaran negara untuk memberikan perlindungan hukum
bagi konsumen yang berada dalam posisi
tawar yang lemah, dimulai dengan memikirkan berbagai
kebijakan.
Canada misalnya pada
tahun 1970 membentuk The Food and Drugs
Act yang
bertujuan untuk mengawasi proses pembuatan makanan, obat-obatan, dan kosmetik, serta proses penjualannya.
Oughton dan Lowry memandang hukum perlindungan konsumen (con-
sumer protection law) sebagai sebuah fenomena modern yang khas abad kedua puluh, namun sebagaimana
ditegaskan dalam perundang-undangan, perlindungan hukum bagi konsumen itu sendiri dimulai
seabad lebih awal.
Dalam
hal ini, Purba berpendapat sebagai berikut: "Perlindungan
hukum
bagi konsumen sebagai satu konsep terpadu merupakan
hal baru, yang perkembangannya dimulai dari
negara-negara maju. Namun demikian, saat sekarang konsep ini sudah tersebar
ke bagian dunia lain".
Lebih jauh menurut Purba terdapat sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen, sebagai
berikut:
1. Kesederajatan antara
konsumen dan
pelaku usaha;
2. Konsumen mempunyai
hak;
3. Pelaku
usaha mempunyai
kewajiban;
4. Pengaturan mengenai
perlindungan hukum bagi
konsumen menyumbang pada pembangunan nasional;
5. Pengaturan tidak
merupakan syarat;
6. Perlindungan hukum bagi konsumen dalam iklim hubungan bisnis yang sehat;
7. Keterbukaan dalam promosi produk;
8. Pemerintah berperan aktif;
9. Peran
serta masyarakat;
1O. Implementasi asas
kesadaran hukum;
11. Perlindungan hukum bagi konsumen memerlukan penerobosan konsep- konsep hukum tradisional;
12. Konsep perlindungan hukum bagi konsumen memerlukan penerobosan
konsep-konsep hukum
latar belakang perlindungan hukum bagi konsumen ini dilandasi motif-motif yang dapat diabstraksikan sebagai berikut:
1. Mewujudkan demokrasi
ekonomi;
2. Mendorong diversifikasi produk barang dan atau jasa sebagai sarana
peningkatan kesejahteraan masyarakat luas
pada
era globalisasi, serta menjamin ketersediaannya;
3. Globalisasi ekonomi
harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan
masyarakat luas serta kepastian mutu, jumlah,
keamanan barang dan
atau jasa;
4. Peningkatan harkat
dan martabad konsumen
melalui hukum (UUPK)
untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan
kepentingan
konsumen dan pelaku usaha dalam
suatu perekonomian yang sehat.
Asas perlindungan hukum bagi konsumen pada Pasal 2 UUPK, yakni asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Dapat dikatakan pembentuk undang- undang menyadari bahwa perlindungan hukum bagi konsumen ibarat sekeping uang logam
yang memiliki dua sisi yang
berbeda, satu sisi merupakan konsumen, sedangkan
sisi yang
lainnya pelaku usaha, dan tidak mungkin hanya menggunakan satu sisi tanpa menggunakan kedua sisi sekaligus.
Hak-hak Konsumen
Berbicara
hak-hak konsumen secara universal tidak bisa dilepaskan dengan perjuangan kepentingan konsumen yang mendapat pengakuan yang kuat
ketika hak-hak konsumen dirumuskan secara
jelas
dan sistematis. Pada tahun 1962 misalnya, Presiden Amerika J.F.
Kennedy dalam pidatonya di
depan
Kongres Amerika Serikat mengemukakan 4 (empat) hak konsumen, Hak-hak tersebut
adalah the right to safety,
the right
to be informed,
the right to choose, the right to be heard. Hak-hak tersebut disampaikan dalam pidatonya di depan Kongres pada tanggal
15 Maret 1962.
Perlindungan hukum bagi konsumen adalah dengan melindungi hak-hak konsumen. Walaupun sangat beragam, secara garis
besar hak- hak konsumen dapat dibagi
dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu:
1. hak
yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari
kerugian,
baik kerugian personal, maupun kerugian harta
kekayaan;
2. hak
untuk memperoleh barang dan/atau
jasa dengan harga wajar;
dan
3. hak untuk memperoleh
penyelesaian yang patut terhadap
permasalahan yang dihadapi.
Posisi Tawar Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce
Dalam perlindungan hukum
bagi hak-hak konsumen di
dunia
maya, dengan pesatnya perkembangan e-commerce menimbulkan dampak negatif bagi konsumen yang menempatkan konsumen
dalam posisi tawar yang lemah. Secara garis besar, dapat ditemukan beberapa permasalahan yang timbul yang berkenaan dengan hak-hak konsumen
dalam transaksi
e-commerce, antara lain:
1. Konsumen tidak
dapat langsung mengidentifikasi, melihat, atau menyentuh barang yang akan
dipesan
2. Ketidakjelasan informasi
tentang produk yang ditawarkan dan/atau tidak
ada kepastian apakah konsumen telah
memperoleh berbagai informasi yang layak
diketahui, atau yang sepatutnya dibutuhkan untuk mengambil
suatu keputusan dalam bertransaksi;
3. Tidak jelasnya status subjek hukum, dari pelaku usaha;
4. Tidak
ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan
terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem
yang digunakan,
khususnya dalam hal pembayaran secara elektronik baik dengan credit card maupun electronic cash;
5. Pembebanan risiko yang tidak berimbang, karena umumnya terhadap
jual beli di internet, pembayaran telah lunas dilakukan di muka oleh konsumen, sedangkan barang belum tentu diterima atau
akan menyusul kemudian,
karena jaminan yang ada
adalah jaminan pengiriman barang bukan penerimaan barang;
6. Transaksi yang
bersifat lintas
batas negara borderless,
menimbulkan pertanyaan mengenai yurisdiksi hukum negara mana yang sepatutnya diberlakukan.
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Transaksi E-Commerce
Menyikapi permasalahan dalam transaksi di internet, beberapa
negara seperti di Kanada, membuat kebijakan perlindungan
hukum
bagi konsumen yang melibatkan unsur pelaku usaha, organisasi konsumen,
dan pemerintah. Dengan mengacu pada kebijakan yang diterbitkan oleh Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD), Kanada
mendesain kebijakan perlindungan hukum bagi
konsumen untuk dapat diterapkan pada berbagai medium perdagangan, termasuk didalamnya
transaksi yang dilakukan di
internet.
Yurisdiksi adalah Pengadilan mana yang berwenang memeriksa dan mengadili suatu sengketa.
Karena e-commerce tidak
mempunyai batas-batas geografis, adanya komunikasi
jarak jauh di mana siapapun dan dari manapun dapat mengakses website.
Dengan karakteristik e-commerce seperti ini konsumen akan menghadapi berbagai
persoalan hukum dan
peraturan perlindungan hukum bagi
konsumen yang ada
sekarang belum mampu melindungi konsumen dalam transaksi
e-commerce lintas negara di
Indonesia. Dalam transaksi e-commerce tidak ada
lagi batas
negara maka undang-undang perlindungan konsumen
masing-masing negara seperti yang
dimiliki In-
donesia tidak akan
cukup
membantu, karena e-commerce beroperasi secara lintas batas
(bonder less). Dalam kaitan
ini, perlindungan hukum bagi konsumen harus dilakukan
dengan pendekatan internasional
melalui harmonisasi hukum dan kerjasama institusi-institusi penegak
hukum.
Simpulan
Konsumen dalam transaksi e-commerce, memiliki risiko yang lebih
besar daripada pelaku
usaha atau merchant. Dengan kata lain, hak-hak konsumen dalam transaksi
e-commerce sangat rentan, sehingga konsumen transaksi e-commerce berada dalam posisi
tawar yang
sangat lemah.
Pentingnya suatu negara mengatur
perlindungan hukum terhadap konsumen, umumnya
didasarkan pada pertimbangan aktualitas
dan
urgensinya. Pengaturan hukum dalam transaksi
e-commerce adalah untuk menciptakan tingkat kepastian yang
diperlukan dalam transaksi bisnis dan melindungi konsumen
taransaksi e-commerce.
Peraturan
perlindungan hukum bagi konsumen yang ada
sekarang belum mampu melindungi konsumen dalam transaksi
e-commerce lintas negara di Indonesia. Dalam
transaksi e-commerce
tidak ada lagi
batas negara maka
undang-undang perlindungan konsumen masing-masing negara, seperti yang dimiliki Indonesia
tidak akan cukup membantu, karena e-commerce beroperasi secara lintas
batas (bonder less).
Daftar Pustaka
-
Asnawi. Haris Faulidi, 2004. Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam.
Yagyakarta:
Magistra Insania Press.
-
Bainbridge, David. 1996.
Introduction to Computer
Law, 3 nd Edition.
Landon: Pitman Publishing.
-
Castles, Lance. 1982. Politic dan Economic Behavior in Java: The Kudus Cigarette
Industry,
diterjemahkan oleh
J. Sirait,.
Th. Jakarta: Sinar
Harapan.
-
Endeshaw. Assafa, 2001.
Internet and E-Commerce Law: With A Focus on
Asia-Pacific. Singapura: Prentice Hall.
Agustus 2004.
Nama
Anggota :
1. Teguh Eko setiadi (26210853)
2. Riyan Dwi Yusfidianto (26210079)
3. Muhamad Arifiandi (24210642)
4. Boby Ariyanto (21210429)
5. Ivan Priyandirga Lipio (23210683)
Kelas : 2EB06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar