Minggu, 27 Mei 2012

Review Jurnal Perlindungan Konsumen (Revisi)


Urgensi Perlindungan Hak-hak Konsumen
Dalam Transaksi Di E-Commerce

Abdul Halim Barkatullah

Abstrak

            Perubahan metode transaksi dalam bisnis, yang sebelumnya nyata dalam karakteristik-ter tapi berubah menjadi transaksi virtual, menyebabkan beberapa masalah hukum baru dalam transaksi perdagangan, khususnya untuk perlindungan konsumen. Perlindungan bagi konsumen diperlukan karena konsumen memiliki posisi tawar yang tidak kuat. Perlindungan hukum hak-hak konsumen dalam e-commerce global tidak hanya diatur oleh salah satu aspek hukum, tetapi perlu mengatur sistem hukum yang mampu memberikan perlindungan simultan dan komprehensif. Oleh karena itu, perlindungan hukum bagi konsumen harus dilakukan dengan pendekatan internasional melalui harmonisasi hukum kerja sama antara berbagai instansi Dan petugas hukum.

Pendahuluan

            Teknologi yang  diciptakan  berkembang seiring  dengan  kebutuhan manusia untuk memudahkan hidup dari yang sebelumnya. Kegiatan teknologi informasi dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, dimanfaatkan untuk penyebaran dan  pencarian data, dimanfaatkan untuk kegiatan belajar  mengajar, dimanfaatkan  untuk memberi pelayanan,  dimanfaatkan untuk melakukan transaksi bisnis.
         Sejarah umat  manusia sering  pula  dikatakan sebagai  sejarah perkembangan peralatan, atau  sejarah  perkembangan teknologi. Teknologi informasi telah  mengubah cara-cara  bertransaksi dan  membuka peluang- peluang baru   dalam melakukan transaksi bisnis.
          Perkembangan transaksi e-commerce  tidak  terlepas dari  laju pertumbuhan internet karena e-commerce berjalan  melalui jaringan internet. Pertumbuhan pengguna internet yang  sedemikian pesatnya merupakan suatu kenyataan yang  membuat internet menjadi salah  satu  media yang efektif  bagi  pelaku usaha untuk memperkenalkan dan  menjual barang atau  jasa ke calon  konsumen dari  seluruh dunia.

Pembahasan

Pengertian Konsumen

Konsumen (consumer) secara  harfiah diartikan sebagai  "orang atau pelaku  usaha yang  membeli barang tertentu atau  menggunakan jasa tertentu"; atau  "sesuatu atau  seseorang yang  menggunakan suatu persediaan atau  sejumlah barang". Ada  jugyang  mengartikan "setiap orang  yang menggunakan abrang atau  jasa".
Lihat   Ketentuan Umum Pasal  1 Ayat  Undang-undang No  Tahun 199tentang Perlindungan Konsumen. Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah end user/pengguna  terakhir, tanpa konsumen merupakan pembeli dari barang dan/atau  jasa tersebut.

Urgensi Perlindungan Konsumen

Dalam  transaksi perdagangakonsumen mutlak untuk  diberi perlindunganPentingnya perlindungan  hukum  bagi  konsumen disebabkan posisi  tawar konsumen yang  lemah.  Perlindungan hukum terhadap konsumen mensyaratkan adanya pemihakan kepada posisi tawar yang  lemah  (konsumen).
Perlindungan hukum bagi konsumen adalah suatu masalah yang besar, dengan persaingan global yang  terus  berkembang. Perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan dabanyaknya produk serta layanan yan menempatkan  konsumen  dalam  posis tawar yan lemah, Perlindungan hukum bagi  konsumen dalam bentuk perlindungan hukum yang  diberikan oleh  negara.
Tumbuhnya kesadaran negara untuk memberikan perlindungan hukum bagkonsumen yang  berada dalam posisi  tawar yang  lemah, dimulai dengan memikirkan berbagai kebijakan. Canada misalnya pada tahun 1970 membentuk The Food and Drugs  Act yang  bertujuan untuk mengawasi proses pembuatan makanan, obat-obatan, dan  kosmetik, serta proses penjualannya.
          Oughton dan Lowry  memandang hukum perlindungan konsumen (con- sumer protection law) sebagai sebuah fenomena modern yang khas abad kedua puluh, namun sebagaimana ditegaskan dalam perundang-undangan, perlindungan hukum bagi konsumen itu sendiri dimulai seabad lebih awal.
Dalam  hal  ini, Purba berpendapat sebagai  berikut: "Perlindungan hukum bagi konsumen sebagai  satu  konsep terpadu merupakan hal baru, yang perkembangannya dimulai dari  negara-negara maju.  Namun demikian, saat sekarang konsep ini sudah tersebar ke bagian  dunia lain".
Lebih  jauh  menurut Purba terdapat sendi-sendi pokok  pengaturan perlindungan hukum bagi  konsumen, sebagai  berikut:
1.  Kesederajatan antara konsumen dan  pelaku usaha;
2.  Konsumen mempunyai hak;
3.  Pelaku  usaha mempunyai kewajiban;
4. Pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi  konsumen menyumbang pada pembangunan nasional;
5.  Pengaturan tidak  merupakan syarat;
6.  Perlindungan hukum bagi konsumen dalam iklim hubungan bisnis yang sehat;
7.  Keterbukaan dalam promosi produk;
8.  Pemerintah berperan aktif;
9.  Peran  serta  masyarakat;
1O. Implementasi asas  kesadaran hukum;
11. Perlindungan hukum bagi konsumen memerlukan penerobosan konsep- konsep hukum tradisional;
12. Konsep  perlindungan hukum bagi konsumen memerlukan penerobosan
konsep-konsep hukum

latar belakang perlindungan hukum bagi  konsumen ini dilandasi motif-motif yang  dapat diabstraksikan sebagai  berikut:
1.  Mewujudkan demokrasi ekonomi;
2.  Mendorong diversifikasi produk barang dan  atau  jasa sebagai  sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat luas  pada era globalisasi, serta menjamin ketersediaannya;
3.  Globalisasi ekonomi harus tetap  menjamin peningkatan kesejahteraan
masyarakat luas serta kepastian mutu, jumlah, keamanan barang dan atau  jasa;
4.  Peningkatan harkat dan  martabad konsumen melalui hukum (UUPK)
untuk  mewujudkan keseimbangan perlindungan  kepentingan
konsumen dan  pelaku usaha dalam suatu perekonomian yang  sehat.

Asas perlindungan hukum bagi konsumen pada Pasal 2 UUPK, yakni asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, keselamatan konsumen, serta  kepastian hukum. Dapat dikatakan pembentuk undang- undang menyadari  bahwa perlindungan hukum bagkonsumen ibarat sekeping uang  logam  yang  memilik dua  sisyang  berbeda, satu  sisi merupakan konsumen, sedangkan sisi yang  lainnya  pelaku usaha, dan tidak  mungkin hanya menggunakan satu  sisi tanpa menggunakan kedua sisi sekaligus.

Hak-hak Konsumen

Berbicara  hak-hak konsumen secara  universal tidak  bisa dilepaskan dengan perjuangan kepentingan konsumen yang  mendapat pengakuan yang  kuat  ketika  hak-hak konsumen dirumuskasecara  jeladan sistematis. Pada  tahun 1962 misalnya, Presiden Amerika J.F. Kennedy dalam pidatonya di  depan Kongres Amerika Serikat  mengemukakan 4 (empat) hakonsumen, Hak-hak tersebut adalah the right to safety, the right  to be informed, the right  to choose, the right  to be heard. Hak-hak tersebut disampaikan dalam pidatonya di depan Kongres pada tanggal
15 Maret  1962.

Perlindungan hukum bagi  konsumen adalah dengan melindungi hak-hak konsumen. Walaupun sangat beragam, secara  garibesar  hak- hak konsumen dapat dibagi  dalam tiga hak yang  menjadi prinsip dasar, yaitu:
1.  hak  yang  dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari  kerugian,
baik  kerugian personal, maupun kerugian harta  kekayaan;
2.  hak  untuk memperoleh barang dan/atau  jasa dengan harga wajar;
dan
3.  ha untu memperoleh  penyelesaian  yan patut  terhadap
permasalahan yang  dihadapi.

Posisi Tawar Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce

Dalam perlindungan hukum bagi hak-hak konsumen di dunia maya, dengan pesatnya perkembangan e-commerce menimbulkan dampak negatif bagi konsumen yang menempatkan konsumen dalam posisi tawar yan lemah.  Secar gari besar dapat  ditemukan  beberapa permasalahan yang  timbul yang  berkenaan dengan hak-hak konsumen dalam transaksi e-commerce, antara lain:
1.  Konsumen tidak  dapalangsung mengidentifikasi, melihat, atau menyentuh barang yang  akan  dipesan
2.  Ketidakjelasan informasi tentang produk yang  ditawarkan dan/atau tidak  ada   kepastian apakah konsumen telah  memperoleh berbagai informasi yanlayak  diketahui, atau  yansepatutnya dibutuhkan untuk mengambil suatu keputusan dalam bertransaksi;
3.  Tidak  jelasnya  status subjek  hukum, dari   pelaku usaha;
4.  Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem  yang digunakan, khususnya dalam hal pembayaran secara elektronik baik dengan credit card maupun electronic cash;
5.  Pembebanan risiko yang  tidak  berimbang, karena umumnya terhadap jual beli di internet, pembayaran telah  lunas  dilakukan di muka oleh konsumen, sedangkabarang belu tent diterima atau  akan menyusul kemudian, karena jaminan yang  ada  adalah jaminan pengiriman barang bukan penerimaan barang;
6.  Transaksi yang  bersifat  lintas  batas  negara borderless, menimbulkan pertanyaan mengenai yurisdiksi hukum negara mana  yang sepatutnya diberlakukan.

Perlindungan Hukum Bagi  Konsumen Transaksi E-Commerce

Menyikapi permasalahan dalam transaksi di internet, beberapa negara seperti di  Kanada, membuat kebijakan perlindungan  hukubagi konsumen yang  melibatkan unsur pelaku usaha, organisasi konsumen, dan  pemerintah. Dengan mengacu pada kebijakan yang  diterbitkan oleh Organization  for Economic Co-operation and Development (OECD),  Kanada mendesain kebijakan perlindungan hukum bagi  konsumen untuk dapat diterapkan pada berbagai medium perdagangan, termasuk didalamnya transaksi yang  dilakukan di  internet.

Yurisdiksi adalah Pengadilan mana  yang  berwenang memeriksa dan mengadili suatu sengketa. Karena  e-commerce tidak  mempunyai batas-batas geografis, adanya komunikasi jarak jauh di mana siapapun dan dari manapun dapat mengakses website.
Dengan karakteristik e-commerce seperti ini  konsumen akan menghadapi berbagai persoalan hukum dan  peraturan perlindungan hukum bagkonsumen yang  ada  sekarang belum  mampu melindungi konsumen dalam transaksi e-commerce lintas  negara di Indonesia. Dalam transaksi e-commerce tidak  ada  lagi  batas  negara maka  undang-undang perlindungan konsumen  masing-masing negara seperti yang  dimiliki In- donesia tidak  akan cukup membantu, karena e-commerce beroperasi secara lintas  batas  (bonder less). Dalam  kaitan  iniperlindungan hukum bagi konsumen harus dilakukan dengan pendekatan internasional melalui harmonisasi hukum dan  kerjasama institusi-institusi penegak hukum.

Simpulan

Konsumen dalam transaksi e-commerce, memiliki risiko   yang  lebih besar  daripada pelaku usaha atau  merchant. Dengan kata  lain,  hak-hak konsumen dalam transaksi e-commerce sangat rentan, sehingga konsumen transaksi e-commerce berada dalam posisi  tawar yang  sangat lemah.
Pentingnya suatu negara mengatur perlindungan hukum terhadap konsumen, umumnya didasarkan pada pertimbangan aktualitas dan urgensinya. Pengaturan hukum dalam transaksi e-commerce adalah untuk menciptakan tingkat kepastian yang  diperlukan dalam transaksi bisnis dan  melindungi konsumen taransaksi e-commerce.
Peraturan perlindungan hukum bagi  konsumen yang  ada  sekarang belum  mampu melindungi konsumen dalam transaksi e-commerce lintas negara di  Indonesia. Dalam  transaksi e-commerce tidak  ada  lagi  batas negara maka  undang-undang perlindungan konsumen  masing-masing negara, seperti yang  dimiliki Indonesia tidak  akan  cukup membantu, karena e-commerce beroperasi secara lintas batas (bonder less).

Daftar Pustaka

-          Asnawi. Haris  Faulidi, 2004. Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam.
Yagyakarta: Magistra Insania Press.
-          Bainbridge, David.  1996. Introduction to Computer Law, 3 nd Edition.  Landon: Pitman Publishing.
-          Castles,  Lance. 1982. Politic dan Economic Behavior in Java: The Kudus Cigarette
Industry,  diterjemahkan oleh  J. Sirait,.  Th. Jakarta:  Sinar  Harapan.
-          Endeshaw. Assafa,  2001. Internet  and E-Commerce Law: With A Focus on
Asia-Pacific. Singapura: Prentice Hall.
-          http://strategis.ic.gc.ca/SSG/ca01185e.html, diakses pada tanggal 20
Agustus 2004.
-          http://www.ftc.gov,  diakses 26 April  2006.
-          http://www.hukumonline.com accessed  Agustus 18, 2004.
-          http://www.jmls.edu/cyber/cases/lipzitz.htm,  diakses 3 Maret  2006.

Nama Anggota :

1.    Teguh Eko setiadi (26210853)
2.    Riyan Dwi Yusfidianto (26210079)
3.    Muhamad Arifiandi (24210642)
4.    Boby Ariyanto (21210429)
5.    Ivan Priyandirga Lipio (23210683)

Kelas : 2EB06




Tidak ada komentar:

Posting Komentar