Jumat, 25 Mei 2012

Review Jurnal Hukum Perdata 2 ( Revisi )


Kerjasama Internasional di Bidang
Hukum Perdata

Andreas Bintoro Dewanto

Abstrak

              Uraian ini berusaha menunjukkan arti penting gagasan kollewijin tentang unifikasi Hukum Perdata Internasional. Sudargo Gautama sangat mendukung perwujudan gagasan ini. Bagi dia, keikutsertaan Indonesia dalam konperensi-konperensi Internasional bukanlah masalah gengsi akan tetapi masalah kebutuhan nyata. Amerika serikat memberikan sumbangan besar dalam penerimaan konvensi tentang Administrasi Nasional dari waisan-warisan dan konvensi tentang Product Liability.

Pendahuluan

              Dalam pidato Dies Universitas Indonesia pada tanggal 10 ferbruari 1973, Sudargo Gautama mengingatkan kembali tetang gagasan kollenwijin.
               Pokok masalah yang diidentifikasikan oleh kollenwijn ialah :
                   Prinsip manakah yang terbaik untuk menentukan apa yang di namakan status
                   personil ( personeel statuut) seseorang ?
Kita mengenal dua prinsip di bidang ini :
1.      Prinsip nasionalitas
Hukum yang ditentukan oleh kewarganegaraannya
2.      Prinsip domisili (domicilie)
Tempat domisili seseorang menurut hukum yang menentukan status personilnya.

Pembahasan

             Secara garis besar Negara-negara di dunia juga dapat di kelompokkan menjadi dua golongan yaitu yang menganut prinsip nasionalitas dan yang menganut prinsip domisili. Karena perbedaan ini orang selalu mendambakan adanya harmonisasi, bahakan unifikasi hukum perdata Internasional, bila mungkin. Dua cara unifikasi yang kita kenal ialah :
1.      Mengunifikasikan seluruh sistem hukum Negara-negara yang turut menandatangani suatu konvensi yang berkaitan dengan masalah unifikasi ini. Dengan kata lain orang berusaha menciptakan “droid uniforme’’, hukum kesatuan, hukum uniform, hukum seragam.
2.      Menyeragamkan kaidah-kaidah hukum internasionalnya saja.

Unifikasi HPI suatu Usaha yang mulia

Usaha untuk mewujudkan Unifikasi Hukum Perdata Internasional telah dimulai sejak
tahun 1893 di den hag. Konfrensi yang semula terbatas pada Negara-negara Eropah Kontinetal, kemudian diikuti pula oleh Negara dari luar kawasan eropa seperti jepang, inggris,turki, Israel, amerika serikat, kanada, dan beberapa Negara Amerika latin.
            Pada konferensi Den Hag XI (1968) dan XII (1972) Indonesia ikut sebagai pengamat.
Dibawah ini dituliskan beberapa konvensi yang bertujuan melancarkan lalu lintas Hukum Internasional :
1.      Convention on the taking of evidence aboard in civil or Commercial matters (1968)
2.      Convention relating to civil procedure (1954)
3.      Convention on Testamentary dispositions (1961)
4.      Convention on the choice of court (1965)

Indonesia dan konferensi Hukum Perdata Internasional Den Haag XI

            Indonesia untuk pertama kali ikut serta sebagai pengamat dalam konferensi Den Haag XI untuk HPI. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Sudargo Gautama dan anggota lainnya ialah Teuku M. Radhie, Situmorang, Ko swan sik.
            Indonesia juga sudah muai membuka diri terhadap perkembangan hukum perdata internasional.
UU No. 5, Th 1968, yang di umumkan dalam lembaran Negara 1968 No. 32 memuat persetujuan pemerintah R.I terhadap konvensi tentang penyelesaian perselisihan antara Negara dan warga Negara mengenai penanaman modal. Perjanjian ini mengandung Investment Guarantee, jaminan kepada penanam modal asing bahawa mereka tidak akan di rugikan. Perjanjian ini juga pernah di adakan dengan amerika serikat ( 7 januari 1967), Belgia ( 15 januari 1970), Denmark dan beberapa Negara lain.

Pilihan Hukum dalam Perjanjian Internasional

            Dengan meningkatnya penanaman modal asing di Indonesia yaitu setelah diundangkannya UU PMA no. 1 tahun 1968, bertambah pula titik pertemuan antara Hukum Asing dan Hukum Indonesia.

Konferensi Hukum Perdata Internasional Den Haag XII (1972)

            Pada konferensi Hukum perdata Internasional ini, Indonesia masih sebagai pengamat. Adalah merupakan harapan banyak pihak, bahwa nantinya Indonesia akan menjadi anggota penuh.
            Pada konferensi kali ini tidak lagi mencapai kodifikasi meyeluruh, tetapi hayalah terbatas pada kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional untuk masalah-mnasalah tertentu.
            Hasil usul dan perjuangan mereka ialah konvensi tentang administrasi Nasional dari warisan-warisan dan Konvensi tentang Product Liability yaitu tanggung jawab produsen terhadap hasil produksinya untuk kekeurangan-kekurangan yang mengakibatkan kerugian.

Kesimpulan

            Konferensi Hukum Perdata Internasional bertujuan untuk mengunifikasikan beberapa Hukum perdata agar tidak terlalu terjadi perbedaan sehingga mempersulit bila terjadi penindakan hukum.
            Konferensi- konferensi yang mengusahakan untuk mengunifikasikan H.P.I itu sudah dilakukan sejak tahun 1893. Setelah itu pada tahun 1968 pada konferensi den hag XI Indonesia ikut serta sebagai pengamat begitu juga pada tahun 1972 pada konferensi Den Haag XII.

Daftar pustaka

-          Gautama, S ( 1983 ), Capita selecta Hukum Peerdata Internasioanal, Bandung : Alumni.
-          Gautama, S. ( 1985 ), Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional, Bandung : Alumni.
-          Gautama, S ( 1986 ), Indonesia dan Arbitrase Internasional, Bandung : Alumni.
-          Gautama, S. ( 1987 ), Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jakarta: Binacipta.

Sumber : http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-akuntansi/article/view/8/pdf


Nama Anggota :

1.    Teguh Eko setiadi (26210853)
2.    Riyan Dwi Yusfidianto (26210079)
3.    Muhamad Arifiandi (24210642)
4.    Boby Ariyanto (21210429)
5.    Ivan Priyandirga Lipio (23210683)

Kelas : 2EB06
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar