DEFISIENSI PENEGAKAN HUKUM
HAK CIPTA DI INDONESIA:
PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA
Tomi Suryo Utomo
I.
ABSTRAKS
Penegakan hukum
hak cipta di Indonesia masih belum memuaskan dan mengundang kritikdari berbagai
negara, terutama Amerika Serikat. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk menyediakan perlindungan hukum yang lebih baik, berbagai
permasalahan masih ditemui terutama berkaitan dengan pelanggaran hakcipta
teknologi digital. Beberapa penyebab seperti rendahnya kesadaran masyarakat untuk
menghargai karya cipta orang lain, pesatnya perkembangan teknologi digital,
tipisnya sekat antara pelanggaran dengan fair use adalah factor-faktor
penghambat bagi penegakan hokum yang lebih efisien di Indonesia. Kerjasama yang
solid antara masyarakat, asosiasi profesi dan sesama aparat penegak hukum
adalah kunci bagi terclptanya penegakan hukum yang lebih baik dan efisien di
masa yang akan datang seperti yang diamanatkan oleh perjanjian TRIPS.
II.
PENDAHULUAN
Penegakan hukum
hak cipta di Indonesia tampaknya terus menjadi sorotan Negara-negara maju
selama beberapa dekde terakhir, sebelum perjanjian TRIPS diluncurkan, Bob
Geldof pernah menjuluki Indonesia sebagai Negara pembajak karya cipta karna
album yang merupakan karya Bob Geldof dan diperuntungkan untuk proyek
kemanusiaan di Afrika dibajak di Indonesia.
Penegakan hukum
hak cipta di Indonesia selalu memonitor oleh USTR yang dalam tahun terakhir
dengan pasal special 301-nya telah memasuki Indonesia ke dalam priority watch
list melalui executive summary yang terbaru di tahun 2006, USTR kembali
memasuki Indonesia.
Pembahasaan
dalam paper ini akan dimulai dengan pasal-pasal penegakan hukum menurut
perjanjian TRIPS dan diikuti dengan diskusi mengenai sampai sejauh mana
pemerintah Indonesia mengadopsi pasal-pasal TRIPS tersebut. Akan ada beberapa
solusi juga akan ditawarkan sebagai bentuk penyelesaian alternative terhadap
permasalahan penangulangan pelanggaran hak cipta di Indonesia.
III.
PEMBAHASAN
A.
Perlindungan
Hak Cipta Dalam Level Regulasi : Tinjauan Pengadopsian Perjanjian TRIPS ke
dalam UU Hak Cipta tahun 2002
1.
Peraturan tentang penegakan hukum di
dalam perjanjian TRIPS
Pasal-pasal
penegakan hukum termuat dari pasal 41-61 yang wajib ditindaklanjuti melalu
pengadopsian di dalam hukum Negara anggota masing-masing.
Pasal 41 berisikan ganti rugi penetapan
sementara pengadilan. Ketentuan pasal ini merangkum kedalam 6 standart
penegakan hukum.
a. Prosedur
penegakan hukum yang menyediakan tindakan efektif untuk menentang pembajakan
b. Upaya
hukum yang tepat guna untuk mencegah terjadinya pelanggaran
c. Pencegahan
terhadap pelanggaran yang lebih lanjut
d. Prosedur
penegakan hukum yang tidak rumit
e. Prosedur
penegakan hukum dengan biaya yang terjangkau
f.
Batas waktu yang tidak menyebabkan penundaan
yang tidak dapat dijamin
Pasal
42-49 berisikan tentang mengatur mengenai prosedur gugatan secara perdata
dan administatif seta upaya-upaya lainnya.
Pasal
50 berisikan ketentuan perlunya surat perintah unntuk mengangani maslaah
pelanggaran HaKI secara segera dan efektif.
Pasal
51-60 berisikan ketentuan-ketentuan mengenai tindakan khusus yang dilakukan
di perbatasan. Pasal ini lebih banyak mengatur tentang kewenangan
pejabat-pejabat untuk mengawasi keluar masuknya barang atau produk bajakan.
Pasal 61 berisikan mengenai ketentuan
pidana yang harus termuat di dalam hukum nasional Negara anggota.
2.
Adopsi peraturan penegakan hukum
perjanjian TRIPS dalam UU Hak Cipta Indonesia
Semua syarat yang telah
ditetapkan oleh perjanjian TRIPS tersebut. Berikut paparan yang akan mengupas
dan menganalisis tentang pengadopsiaan tersebut :
v
Ketentuan pasal 41-61 telah diadopsi oleh
pemerintah Indonesia ke dalam pasal UU Hak Cipta, yaitu pasal 53-73
v
Pasal 56-70 berisikan prosedur penegakan hukum
di bidang perdata, termasuk dalam tindakan yang bersifat administrative.
v
Menurut ketentuan pasal 70 UU Hak Cipta apabila
penetapan sementara dibatalkan, pihak yang dirugikan oleh penetapan tersebut
dapat meminta ganti rugi.
v
Ketentuan mengenai tindakan pejabat bea cukai
untuk mengawasi, menahan bahkan memusnahkan barang bajakan, dll.
B.
Penangulangan Pelangaran Hak Cipta
Dalam Level Penegakan Hukum Di Indonesia
Berdasarkan
pengamatan dari USTR, selama tahun 2005 indonesia telah mengalami banyak
kemajuan yang berarti dalam menaggulangi pelanggaran hak cipta dibidang
produk-produk optik. Kemajuan tersebut diukur dari keberhasilan dalam
menertibkan penyewaan cakram optik bajakan di tempat-tempat penyewaan VCD dan
DVD serta meningkatnya jumlah penggrebegan di beberapa perusahaan penghasil
produkoptik bajakan, menyita bamng bajakan dan peralatan yang digunakan untuk
membajak serta menahan para pelakunya. Kemajuan ini tampaknya menjadi semakin
lengkap dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.29 tahun 2004 tentang
Sarana produksi Berteknologi tinggi untuk Cakram Optik.
Terlepas dari
kemajuan positif ini, pemerintah Indonesia tetap perlu mencanangkan strategi
untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia berdasarkan 2 alasan:
1.
penegakan hukum di bidang hak cipta di Indonesia
yang berkaitan dengan media optik dan piranti lunak komputer menurut USlR perlu
ditingkatkan. Hal ini disebabkan karena pembajakan masih terus berlangsung di
Indonesia. Bahkan di dalam laporannya, USlR berhamp bahwa pemerintah Indonesia
perlu membentuk kembali tim khusus setingkat menteri untuk menindaklanjuti
penegakan hukum yang telah dilaksanakan selama ini.
2.
survey yang dilakukan oleh Znternational
Zntellectual Property Alliance, telah menyimpulkan bahwa penegakan hukum yang
berkaitan dengan pasal 41 (ketentuan umum tentang prosedur yang berisi tindakan
efektif untuk mencegah pelanggaran), pasal 45 (ganti rugi), pasal 50
(tindakan-tindakan tambahan yang berkaitan dengan kewenangan pengadilan untukmelakukan
pencegahan te jadinya pelanggaran secara segera dan efektif) dan pasal
61(ketentuan pidana), masih perlu dibenahi di berbagal negaral: termasuk
Indonesia.
C. Hambatan Dalam Melaksanakan Penegakan Hukum Hak Cipta Di Indonesia
Dapat di simpulkan bahwa penegakan
hukum hak cipta di Indonesia masih kurang maksimal. Setidaknya ada 6 kendala
yang perlu dicari solusi berkaitan dengan penegakan hukum hak cipta tersebut.
·
Kurangnya
kesadaran hukum masyarakat untuk menghargai karya cipta orang lain adalah salah
satu factor penghalang bagi terciptanya penegakan hukum yang efektif dan
efesien.
·
Teknologi digital yang berkembang pesat dan
menguasai kehidupan manusia ternyata juga berperan sebagai faktor penghambat
bagi pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia.Kemajuan dibidang teknologi
tersebut sering menjadi samna pendukung bagi para pembajak untukmelakukan
pelanggaran hak cipta.
·
Prosedur penegakan hukum yang terdapat di dalam
UU HakCipta bersifat sangat umum dan tidak menyediakan petunjuk pelaksanaan
bagi para aparat hukum di lapangan. Penetapan sementara pengadilan adalah media
yang sangat efektif untuk mencegah dan memberantas pelanggaran hak cipta.
·
Perubahan yang dinamis dari objek karya yang
dilindungi hak cipta seperti program komputer dan karya-karya yang bermtan
dengan informasi global seperti internet juga turut menjadi faktor penghalang
bagi ditegakkannya UU Hak Cipta di Indonesia. Dengan hadirnya internet sebagai
salah satu media komunikasi handai yang tidak mengenal batas negara, penegakan
hukum di bidang hakcipta menjadi semakln sulit dan kompleks.
·
Tipisnya sekat antam batasan pelanggamn dengan
far use atau fair dealing juga sebagai faktor penghambat lainnya yang turut
berperan dalam mempegaruhi hasil penegakan hukum dl Indonesia. Penggunaan
secara pribadi (personal use) beberapa katya yang tidak masuk dalam pelanggaran
hak cipta ternyata sering dijadikansebagai alat untuk menyalahgunakan
pengecualian tersebutyang berujung pada pelanggaran hak cipta.
·
Tim terpadu yang terdiri dari aparat penegak
hukum dan pihak-pihak yang terkait dalam penegakan hukum hak cipta di Indonesia
belum sepenuhnya diberdayakan. Meskipun sebuah tim kerja setingkat menteri
telah diumumkan terbentuk pada awal tahun 2003, namun karena keterbatasan dana,
naskah ke tjasama antara Departemen Hukum dan HAM, Kantor Bea Cukai dan
Deperindag tidak berhasil direalisasikan (hanya ada satu naskah kerja sama yang
bisa diwujudkan yaitu antara Departemen hukum dan HAM dengan Kepolisian RI pada
bulan Juni 2003).
D.
Strategi Penangulangan Pelanggaran
Hak Cipta Di Indonesia
a.
Kampanye anti-pembajakan Kegiatan ini lebih
difokuskan terhadap para pelanggar hak cipta dan anggota masyarakatyang
berpotensi untuk menjadi pelanggar hak cipta, misalnya dengan mengasosiasikan
pelanggar hak cipta sebagai "pencuri'. Dengan adanya pelabelan ini,
masyarakat akan sadar bahwa perbuatan melanggar hak cipta merupakan suatu
tindakan yang tidak patut dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Media eletronik
dan massa dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berisi pelabelan
tersebut.
b.
Penyelesaian teknologi dengan teknologi adanya
peran teknologi di dalam melancarkan tindakan pelanggaran hak cipta tidak dapat
diselesaikan oleh sebuah peraturan perundangundangan. Dengan kata lain masalah
yang ditimbulkan oleh teknolcgi harus diselesaikan oleh teknologi pula.
c.
Pemanfaatan ex
parte civil search order secara maksimal Penyelesaian pelanggaran hak cipta
sebaiknya tidak hanya bergantung kepada hukum pidana tetapi perlu dibarengi
dengan tuntutan secara perdata. Dampak hukuman berupa pembayaran sejumlah uang
tertentu sebagai ganti kerugian yang diderita oleh penggugat dalam perkara
perdata akan lebih efektif untuk memulihkan keruglan yang diderita oleh
penggugat.
d.
Menyediakan penjelasan yang mencukupi terhadap
pelanggaran Hak cipta dan pengecualiannya. Pengecualian pelanggaran hak cipta
dengan menyediakan pasal fair dealing atau fair use di dalam uu hak cipta perlu
diperjelas batasannya dengan pelanggaran hak cipta itu sendiri, terutama berkaitan
dengan hak cipta produkproduk digital.
e.
Peningkatan wawasan dan kualitas aparat penegak
hukum Kursus singkat di dalam dan luar negeri di bidang HaKI pada umumnya dan
hak cipta pada khususnya periu diikuti secara berkesinambungan oleh aparat
penegak hukum.
f.
Kerjasama yang solid antara penyidik, asosiasi
profesi dan departemen terkait Kerjasama yang solid antara penyidik dan
asosiasi profesi terkait merupakan konsekuensi dari usaha untuk lebih
memaksimalkan tuntutan secara perdata dan pemaksimalan pengunaan penetapan
sementara pengadilan.
IV.
KESIMPULAN
Untuk mengapus citra negative bahwa
Indonesia sebagai salah satu pusat kegiatan pembajakan hak cipta di dunia,
penanggulangan pelanggara hak cipta di Indonesia perlu dilakukan secara terpatu
dan berkesinambungan. Sebagai konsekuensinya, penaggulangan tidak dapat dibebankan kepada pihak penyidik.
Diharapkan citra negative yang
sudah terlanjur melekat terhadap penegakan hukum hak cipta di Indonesia bias
sedikit demi sedikit dihilangkan dan berubah menjadi penegakan hukum yang
efektif dan efesien seperti yang amanatkan oleh perjanjian TRIPS.
V.
DAFTAR PUSTAKA
-
Belton,
Wenona C. and Nola D. Jackson,
Software
Piracv: Blackbeard Attacks on the Hiah-Tech Seas, http://gsulaw.gsu.edu/lawand/papers/su98/ soflwarepiracy/paperhtm
(diakses tanggal 17 Agustus 2006).
-
Bernas,
Album Kedua Shella
on
7 dibajak,
http://www.lndomedia.com/bernas/2011/10/
UTAMAJ10hlb3.htm
(diakses tanggal 21/08/06).
-
Harvey,
Rachel, Indonesia Taraets Media Pirates, BBC News, http://newsvote.bbc,
co.uk/mpapps/pagetools /print/news.bbc.co.uk/l/hh..
(diakses
tanggal 21/8/06).
Sumber : Google
Nama
Anggota :
1. Teguh Eko setiadi (26210853)
2. Riyan Dwi Yusfidianto (26210079)
3. Muhamad Arifiandi (24210642)
4. Boby Ariyanto (21210429)
5. Ivan Priyandirga Lipio (23210683)
Kelas : 2EB06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar